Diantara anugerah Allah atas hamba-hamba-Nya sekaligus salah satu tanda kekuasaannya di alam semesta ini adalah air hujan. Menurut para ilmuwan, proses turunnya hujan merupakan fenomena alam yang sangat menakjubkan. Kita pun sangat merasakan, hujan merupakan sumber penghidupan yang sangat bermanfaat bagi kita umat manusia. Tanpanya, kita tidak akan dapat bertahan hidup.
“Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti Itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhfur: 11)
Selain sebagai pengingat dan ayat yang menunjukkan kebesaran-Nya, fenomena turunnya hujan juga digunakan oleh Allah dalam al Qur`an sebagai sebuah analogi turunnya wahyu kepada hati umat manusia. Allah berfirman (yang artinya),
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (QS. Al Ra’d: 17)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa perumpamaan wahyu yang Allah turunkan kepada manusia dalam ayat ini seperti air dan lembah. Wahyu ibarat air dan lembah-lembah ibarat hati-hati manusia. Perumpamaan tersebut ditilik dari dua sisi:
Pertama, dari sisi kemampuan hati manusia dalam menyerap ilmu yang terdapat dalam Al Qur`an. Beliau berkata,
“Allah memperumpamakan hati dengan lembah-lembah, ada yang besar yang dapat menampung banyak air, dan ada yang kecil yang dapat menampung sedikit air. Begitu pun hati, ada yang dapat menyerap ilmu yang banyak, ada juga yang hanya menyerap lebih sedikit.”
Kedua, dari sisi kemurnian ilmu yang masuk ke dalam hati manusia. Beliau melanjutkan,
“Dan bahwa air, karena bercampur dengan tanah akan membawa buih yang mengambang yang tidak bermanfaat. Begitu pun dengan ilmu yang turun kepada hati manusia, ia juga membawa sesuatu dari syahwat dan syubhat tatkala ilmu itu bercampur dengan hawa nafsu, maka ia seperti buih yang tidak bermanfaat. Lalu Allah menjelaskan, bahwa buih akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, ada pun yang bermanfaat, ia akan tetap di bumi.”
Dari penjelasan di atas kita dapat memetik pelajaran berharta, bahwa ilmu Allah berupa wahyu yang bersumber dari al Qur`an atau Sunnah, sangat membutuhkan hati yang lapang, kuat dalam iman serta bersih dari pengaruh hawa nafsu. Itulah ilmu yang akan bermanfaat. Hati yang sempit, ragu dan lemah dalam keimanan akan menyerap sedikit ilmu. Ilmu yang bercampur dengan syahwat dan syubhat juga tidak akan bermanfaat, ilmu seperti itu justru akan menyesatkan. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa membersihkan hati dari hawa nafsu ketika mencari ilmu, menghadirkan terus keikhlasan dan keinginan untuk mendapatkan kebenaran dan meniti jalan keselamatan dengannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah membuat perumpamaan yang serupa. Beliau bersabda, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya seperti air hujan yang turun ke bumi. Ada tanah yang dapat menyerap air, kemudian menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Ada juga bagian tanah yang dapat menampung air, manusia dapat minum, memberi minum hewan ternak dan menyiram tanaman. Ada juga tanah yang tandus, tidak menampung air, tidak juga menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang-orang yang faham dalam agama Allah, yang dapat mengambil manfaat dari petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya, dan perumpamaan orang yang tidak memiliki perhatian terhadapnya, tidak mau menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.” (HR Bukhari Muslim)
Syaikhul Islam rahimahullah juga berkata, “Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat perumpamaan tentang ajaran yang dibawanya dengan air yang turun ke bumi. Beliau memperumpamakan hati-hati manusia dengan tanah, dan memperumpamakan petunjuk dan ilmu dengan air yang Allah turunkan ke bumi. Manusia pun terbagi menjadi tiga: (1) orang-orang yang mendengar, faham dan mendapat ilmu, (2) orang-orang yang menghapalnya dan menyampaikannya kepada orang lain sehingga mereka mendapat manfaat darinya, (3) orang-orang yang tidak ini dan juga itu.” (Jaami’ al Masaa`il, vol. 2, hal. 255 – 256)
Rancabogo – Subang, Malam Jumat, 4 Dzulqa’dah 1435 H