Islam Agama Yang Mudah


download (1)Salah satu karakteristik ajaran Islam yang menonjol adalah mudah dan memudahkan. Ajaran (syariat) Islam tidak datang untuk mempersulit dan menyempitkan kehidupan manusia, ia justru datang untuk menjadi rahmat dan kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat. Allah jalla jalaaluhu, dalam sejumlah firmam-Nya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa sabdanya, yang telah mendeklarasikan sendiri Islam sebagai agama yang mudah.

(lebih…)

Khilaf Fikhi


Khilaf fikhi (silang pendapat dalam ranah fikih) diantaranya sangat dipengaruhi oleh aplikasi kaidah-kaidah yang mendasarinya. Ma’aaly Asy Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syitsri –semoga Allah menjaganya- menjelaskan ada tiga faktor perselisihan itu terjadi:

Pertama, perselisihan dalam pokok kaidah itu sendiri. Seperti kaidah, “al ‘ibrah bil maqaashid wal ma’aani.” (yang dijadikan standar adalah maksud dan substansi). Kaidah ini diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama berpendapat demikian dan sebagiannya lagi justru berpendapat, “al ‘ibrah bil alfaadzi wal mabaaniy laa bil maqaashidi wal ma’aaniy.” (yang dijadikan standar adalah lafadz dan bentuk, bukan maksud dan substansi.” Begitu juga perselisihan seputar mafhuum al mukhaalafah, apakah ia dapat dijadikan hujjah atau tidak? Ini khilaf dalam pokok kaidah.

Kedua, peselisihan dalam indiraaj al far’i fil qaa`idah (memasukkan permasalahan kepada kaidah). Bentuknya, ada dua kaidah yang telah disepakati, namun datang masalah yang memiliki kemungkinan masuk kepada dua kaidah tersebut. Maka sebagian para ulama berpendapat masalah itu masuk kepada kaidah pertama, dan sebagian lain berpendapat masuk kepada kaidah yang kedua. Contoh tentang jual beli ‘iinah. Mayoritas ulama memasukkannya dalam kaidah, “al umuuru bi maqaashidihaa.” (perkara itu tergantung maksudnya), maka mereka melarang ‘iinah. Adapun ulama Syafi’iyyah memasukkannya kepada kaidah, “hallu al bai’’” (asal jual beli itu halal). (lebih…)

Tidak Ada Pilihan Lain…


Bismillahirrahmanirrahim…
Tidak akan ada manusia yang sukses menjadi baik, jika manusia tidak Allah karuniakan potensi kebaikan. Begitupun tidak akan ada manusia yang menjadi jahat, jika Allah juga tidak mengilhamkan pada setiap diri manusia kejahatannya. Senyatanya, manusia memiliki potensi kebaikan, sebagaimana manusia juga rentan berprilaku jahat. Iman atau kufur. Maksiat atau taat. Cinta atau benci. Kebaikan atau keburukan. Manusia tinggal memilih. Akan tetapi, masing-masing pilihan itu tentu kelak berbalas. Seperti kata pepatah, orang yang menanam kelak akan memetik hasil atau akibatnya. Jangan pernah berharap akan memetik buah yang manis dan segar, jika dahulu yang ditanam adalah biji dari buah yang beracun.

Tidak ada pilihan lain sebenarnya. Dari sekian banyak pilihan, menentukan pilihan untuk menjadi manusia sukses dengan meniti tangga-tangga kebaikan adalah niscaya. Agar hidup kelak berakhir dalam penghujung kenikmatan yang melimpah, memuaskan, kekal dan abadi, maka jangan sampai salah pilih. Pilihlah jalan kebaikan. Tempuhlah jalan kebenaran. Carilah darinya kepuasan yang hakiki. Raihlah dengannya cita-cita yang tertinggi… (lebih…)

Jadilah Jalan Kebaikan…


Oleh: Prof. Dr. Abdurrazzak bin Abdulmuhsin al-Bard Hafidzohullahu ta’ala

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia ada yang menjadi jalan kebaikan, dan menjadi penutup jalan keburukan. Diantara manusia juga ada yang menjadi jalan keburukan, dan menjadi penutup kebaikan. Maka, berbahagialah orang yang Allah jadikan jalan-jalan kebaikan melalui tangannya. Dan celakalah bagi orang yang Allah jadikan jalan-jalan keburukan melalui tangannya.” (HR Ibnu Majah, dihasankan Al-Bani)

Siapa saja yang ingin dirinya menjadi jalan bagi kebaikan, penutup bagi keburukan dan menjadi orang yang beruntung, maka hendaknya ia melakukan beberapa hal berikut; (lebih…)

Menjaga Harta


Menjaga harta dari kesia-siaan adalah tahap selanjutnya ketika harta yang manusia usahakan dengan cara yang halal telah ada dalam genggaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk mensia-siakan harta (HR Bukhari Muslim)

Rasulullah menjelaskan tentang maksud mensia-siakan harta itu dengan sabdanya, “Ia adalah ketika Allah mengaruniakan rizki yang halal kepadamu, lalu engkau membelanjakannya pada apa yang diharamkan oleh Allah.” (HR Ibnu Abi Dunya)

Pertanggungjawaban yang kelak akan dibebankan kepada orang yang dikaruniakan nikmat harta tidak hanya dari cara mendapatkannya, tapi juga dari cara bagaimana ia membelanjakannya. Sabda Nabi, “Dan (manusia) juga akan ditanya tentang hartanya, dari mana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan.” (HR Tirmidzi) (lebih…)

13 Tingkatan JIHAD


Jihad memiliki empat tingkatan pokok; (1) Jihad melawan diri (jiwa) (2) Jihad melawan setan (3) Jihad melawan orang-orang kafir dan munafik (4) Jihad melawan para pengusung dan penyeru kezaliman, kemungkaran dan kebid’ahan.

1. Jihad melawan diri (jiwa)
Jihad melawan diri (jiwa) meliputi empat tingkatan:

Pertama, seseorang berjihad untuk mempelajari petunjuk (ilmu).
Kedua, berjihad untuk mengamalkan ilmunya.
Ketiga, berjihad untuk mendakwahkannya. Jika tidak, ia akan termasuk orang-orang yang menyembunyikan wahyu Allah.
Keempat, berjihad untuk sabar dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah. Dan menanggung semua beban itu karena Allah semata. (lebih…)

Muhasabah; Kontrol Diri Menuju Takwa


Kewajiban pertama seorang manusia adalah mengetahui bahwa dirinya hanyalah makhluk kerdil yang segala urusannya ada dalam kekuasaan Allah. Keberadaannya di dunia adalah karunia, sekaligus ujian. Manusia harus senantiasa ingat, bahwa ia tidak diciptakan dengan kesia-siaan, tanpa maksud dan tujuan.

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja?” (Q.S Al-Qiyamah: 36).

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S Al-Mukminun: 115)

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S Adz-Dzariyat: 56). (lebih…)

Sedekah; Puncak Kemuliaan Harta


Mukaddimah
Orang-orang beriman adalah bagian dari kebaikan dunia. Kehadirannya merupakan satu diantara rahmat Allah bagi manusia dan makhluk yang lain. Itu karena orang-orang beriman senantiasa menebar kebaikan, berbuat amal shaleh dan melakukan kerja-kerja kemaslahatan. Oleh karena itu, Allah menjanjikan banyak keutamaan bagi orang-orang beriman. Diantaranya:

1. Pahala yang besar

“Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (Annisa: 146)

Pada ayat ini, Allah menjanjikan pahala yang besar bagi orang-orang yang beriman, kelak di akhirat. Pahala yang Allah gambarkan tidak ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikit pun dalam hati manusia.

Saat mendapatkan pahala itulah orang-orang beriman kelak beristirahat dari perjuangannya selama di dunia. Lelah beribadah dan letih ketika bersabar mempertahankan ketaatan, ia petik hasilnya dengan keuntungan yang melimpah. (lebih…)

salafus shaleh


Masa sahabat dan dua masa setelahnya adalah tiga generasi umat Islam yang mendapat rekomendasi dari Rasulullah sebagai generasi terbaik. Keteguhan iman, kekuatan ibadah dan kemuliaan akhlak mereka memang tidak tertandingi oleh generasi-generasi yang datang setelahnya. Pantas, jika Rasulullah memuji mereka dengan sabdanya, “Sebaik-baik manusia adalah manusia di zamanku, kemudian zaman sesudahnya dan zaman sesudahnya lagi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Tiga generasi tersebut kemudian biasa disebut salafush saleh, yang artinya generasi pendahulu umat Islam yang saleh. Mereka adalah para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Pada masa awal Islam, sepeninggal Rasulullah tercinta, saat itu umat Islam telah berada pada puncak kesempurnaan agamanya. Rasulullah meninggalkan kaum muslimin dengan agama yang telah sempurna. Risalah suci yang telah Rasulullah sampaikan berupa ajaran tauhid, akidah, ibadah dan akhlak selanjutnya termanifestasi dengan baik dalam kehidupan para sahabatnya sebagai pewaris pertama. (lebih…)