Hukum Seputar Ibadah Qurban


59651_largeBismillah,

Segala puji milik Allah, Tuhan sekalian alam. Shalawat dan salam mudah-mudahan senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad, kepada para keluarga, para sahabatnya dan seluruh umatnya hingga hari kiamat.

Pengertian Udhhiyah (Qurban)

Udhhiyah merupakan salah satu ibadah yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah. Disebut demikian, karena biasanya dilaksanakan pada waktu dhuha. Umat Islam di Indonesia biasa menyebutnya dengan ibadah Qurban. Secara istilah syar’i, Udhhiyah adalah: hewan –unta, sapi atau kambing- yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala pada hari nahr (10 dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq.[1]

Dasar Hukum (lebih…)

Terpaksa Mengikuti Asuransi Konvensional


Asuransi-ResSeringkali menjadi dilematis, ketika kita sudah mengetahui bahwa asuransi konvensional mengandung hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam, namun kita tidak jarang dalam kondisi terpaksa untuk mengikutinya. Hal itu karena asuransi telah menjadi salah satu bentuk muamalah yang beredar dalam masyarakat kita. Asuransi ada dalam komponen-komponen kebutuhan kita, dalam dunia kerja dan juga transaksi jual beli misalnya. Saat membeli suatu barang, tidak jarang secara otomatis telah mengikuti asuransi tanpa kita inginkan. Begitu juga saat kita bekerja di suatu perusahaan, pihak perusahaan pun mendaftarkan kita sebagai karyawannya kepada perusahaan asuransi konvensional. Nah, dalam kondisi ini, apa hukum mengikuti asuransi dan apa yang harus kita lakukan saat kita mendapat hak untuk menerima uang ganti rugi?

Berikut ini kami kutipkan jawaban Syaikhuna Dr. Sa’ad bin Turki al Khatslaan hafidzahullah:

(lebih…)

Wakaf Uang Tunai; Hukum dan Aplikasinya


downloadSyariat Islam sangat mendorong umatnya kepada sedekah, wakaf dan pinjaman yang baik (qard hasan) untuk kepentingan dan kemajuan umat, baik dalam urusan dunia maupun agamanya. Wakaf merupakan salah satu instrumen syariat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi umat. Para ulama sepakat atas disyariatkannya wakaf secara umum, sejumlah para sahabat diriwayatkan pernah mewakafkan sebagian harta mereka.

Umar pernah meminta pendapat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sebidang tanah yang didapatkannya di Khaibar, apa yang pantas ia lakukan terhadapnya. Beliau kemudian bersabda, “Jika engkau mau, engkau tahan pokoknya, dan engkau sedekahkan hasilnya.” (Muttafaq ‘alaih)

(lebih…)

Adakah Shalat Khusus Untuk Menghilangkan Rasa Gundah?


shalat gundahPertanyaan

Apakah ada shalat untuk menghilangkan rasa gundah, dilaksanakan dua rakaat, lalu berdoa dengan doa, “Allahumma faarijal hammi wa kaasyifal ghammi, ajib da’watii.. (Ya Allah yang menghilangkan rasa gundah dan menghapus rasa sedih, kabulkanlah permohonanku) atau, “Ajib da’watal mudhthar idzaa da’aaka..” (Kabulkanlah permohonan orang yang dalam kesulitan jika ia memohon kepada-Mu)?

Jawaban

(lebih…)

Urgensi Ijtihad Kolektif (Ijtihad Jama’iy)


15small_1224592110Oleh: Syaikh Dr. Sa’ad bin Turky Al Khatslan

(Anggota Hai`ah Kibar Al Ulama, KSA)

Para ulama telah berkonstribusi besar dalam menjelaskan hukum-hukum syar’i kepada umat baik dalam bentuk ceramah, kajian, fatwa, penelitian, karya tulis dan lain-lain. Konstribusi para ulama dalam hal ini terklasifikasi kepada dua bentuk: Individu dan kelompok. Dari dua bentuk ini, yang terbaik adalah yang kedua. Yaitu melakukan kajian (ijtihad) untuk sampai pada pengetahuan tentang hukum syar’i dalam terma-terma ilmiah dan masalah-masalah kontemporer secara kolektif (Ijtihad Jama’i). Cara ini lebih dekat kepada taufiq dan lebih akurat dalam mengetahui hukum Allah dan Rasul-Nya dalam suatu masalah kontemporer.

(lebih…)

Dasar Pijakan Syariat; Mendatangkan Maslahat, Mencegah Mafsadat


indexBerikut ini adalah uraian Imam Asy Syaukani rahimahullah dalam kitabnya ‘Adabu Ath Thalab wa Muntahaa Al Arb” tentang kaidah diatas:

Syariat yang suci dan mudah ini dibangun diatas pijakan jalbul mashaalih wa daf’ul mafaasid (mendatangkan kemaslahatan dan mencegah keburukan). Siapa saja yang mengamati peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan para Nabi dan sejarah yang dihiyakatkan dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan-Nya, ia akan meyakini dasar pijakan itu tanpa ada keraguan dan kesamaran. Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan demikian pun terjadi dalam sirah Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada seorang pun yang memiliki ilmu tentang syariat ini yang dapat mengingkarinya.

(lebih…)

Berdoa Dalam Tasyahhud Akhir


tasyahudDiantara doa yang disyariatkan dalam shalat adalah doa setelah tasyahhud akhir dan sebelum salam. Doa pada kondisi ini disyariatkan tanpa ada perselisihan di kalangan para ulama[1]. Hukumnya adalah sunnah menurut pendapat yang lebih kuat[2]. Dalam hadis Ibnu Mas’ud tentang bacaan tasyahhud, pada akhir hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثم يتخير من الدعاء أعجبه إليه فيدعو

 “Kemudian hendaknya ia memilih dari doa yang paling ia senangi, lalu ia berdoa.” (muttafaq ‘alaih dan lafadz miliki Bukhari)[3]

(lebih…)

Wanita Berhaji Tanpa Mahram atau Suami (?)


Para ulama berbeda pendapat tentang haji seorang wanita tanpa mahram atau suami. Sebagian ulama mengatakan, wanita tidak memiliki kewajiban untuk berhaji dan haram melakukan safar untuk berhaji jika tidak ada mahram atau suami yang mendampinginya. Ini adalah pendapat Ahmad, Abu Hanifah, An Nakha’i, Ishaq, Syafi’i dalam salah satu nukilan pendapatnya. Adapun Malik, Atho, Said bin Jubair,  Ibnu Sirin, Auza’i, Syafi’i dalam pendapat yang masyhur dan diriwayatkan dari Ahmad berpendapat tidak disyaratkan hal itu dalam safar wajib.[1]

An Nawawi –rahimahullah– berkata, “Akan tetapi yang disyaratkan adalah keamanan atas dirinya. Ashhabunaa (ulama madzhab syafi’i) berkata, keamanan itu dapat tercapai dengan (1) mahram, (2) suami dan (3) rombongan wanita terpercaya. Tidak harus baginya berhaji kecuali dengan adanya salah satu dari tiga hal tersebut.[2] (lebih…)

Dialog Antara Imam Syafi’i dan Imam Ahmad


As-Subky menyebutkan dalam “Thabaqaat Syaafi’iyyah” (2/61) sebuah dialog antara Imam Ahmad dan Imam Syafi’i dalam masalah kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Imam Syafi’i  berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai Ahmad, apakah engkau berpendapat bahwa ia kafir?

“Iya”, jawab Imam Ahmad.

Syafi’i bertanya lagi, “Jika ia kafir, maka dengan apa ia masuk Islam lagi?”

Imam Ahmad menjawab, “Dengan berkata: laa ilaaha illallahu muhammadur rasuulullah.”

Syafi’i berkata, “Orang ini senantiasa mengucapkan kalimat ini dan tidak meninggalkannya?”

“Imam Ahmad berkata, “Kalau begitu, ia masuk Islam dengan melaksanakan shalat.”

Syafi’i berkata, “Shalat orang kafir kan tidak sah, dan ia belum dihukumi sebagai orang Islam dengan shalat?”

Maka Imam Ahmad pun terdiam. (lebih…)

Kapankah Seseorang Boleh Berijtihad?


Seseorang boleh berijtihad jika terkumpul padanya empat kriteria:

1. Mengetahui dalil-dalil syar’i; baik al-Kitab, sunnah, ijma, qiyas, istishab dll dalam masalah yang diperlukan.

2. Mengetahui kaidah-kaidah dalam memahami nash-nash syar’i atau yang disebut dengan kaidah-kaidah ushuliyyah. Ia dapat menerapkan kaidah-kaidah itu terhadap nash-nash syar’i dan mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum dari nash-nash syar’i tersebut. Mengetahui dalaalaat isyaraah, dalaalaat tanbiih, mengetahui mafhuum-mafhuum, mengetahui bagaimana mengaplikasikan metode qiyas, mengetahui macam-macam dalaalaat, mengetahui macam-macam sunnah agar ia bisa membedakannya ketika terjadi pertentangan dan mampu mentarjih.

3. Mengetahui bahasa arab yang membuatnya dapat memahami nash-nash syar’i, baik dalam kosa kata dan tata bahasanya.

4. Mengetahui perkara-perkara yang diijmakan dan yang diperselisihkan. Agar ia tidak berijtihad dalam perkara-perkara yang diijmakan.

Siapapun yang memiliki keempat kriteria ini, wajib baginya berijtihad dan beramal sesuai dengan ijtihadnya. Haram baginya mengamalkan sesuatu dengan taklid kepada orang lain. Kecuali jika ia tidak mampu untuk berijtihad. (lebih…)